KOMPAS.com – Gempa tektonik dengan kekuatan 5,6 yang dini hari tadi mengguncang wilayah selatan Malang, Blitar, Tulungagung, Jember, Banyuwangi, dan Bali ternyata diikuti serangkaian gempa susulan (aftershocks) yang cukup banyak.
Total gempa susulan selatan Malang sejak pukul 02.30 WIB hingga 15.00 WIB sudah mencapai 27 kali. Dengan rincian gempa susulan dengan kekuatan antara 4,0 hingga 4,9 terjadi sebanyak 4 kali, dan gempa susulan berkekuatan antara 3,0 hingga 3,9 terjadi sebanyak 23 kali. Gempa susulan paling kuat berkekuatan M 4,1 terjadi pada pukul 13.08 WIB.
Sebaran episenter gempa susulan ini membentuk klaster yang bergerombol berarah utara-selatan di cekungan busur muka (fore arc basin) di Samudra Hindia selatan Malang, Jawa Timur. Baca juga: Menelusuri Riwayat Gempa Besar dan Merusak di Selatan Malang Apakah gempa susulan yang beruntun merupakan gempa pembuka (foreshock)?
Gempa pembuka atau foreshock muncul sebelum gempa utama atau yang dalam ilmu geologi disebut mainshock. Seperti diketahui, gempa yang terjadi pukul 2.30 dini hari tadi adalah yang ketiga selama 2019. Sebelumnya pada tanggal 8 Januari 2019 gempa berkekuatan 3,9 juga mengguncang wilayah selatan Malang dan diikuti gempa berkekuatan 5,0 pada 14 Februari 2019.
Selain itu, catatan historis menyebut wilayah selatan Malang sudah pernah mengalami gempa kuat dan merusak sebanyak lima kali sejak 1896. Oleh sebab itu, untuk menjawab pertanyaan di atas, Daryono selaku Kepala Bidang informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG mengaku cukup sulit untuk memprediksi apakah itu gempa pembuka atau bukan.
“Diakui bahwa memang sulit untuk memprediksi gempa pembuka atau bukan. Hingga saat ini memprediksi tipe gempa sama juga sesulit memprediksi kejadian gempa itu sendiri. Kita dapat mengetahui gempa utama (mainshock) jika sudah selesai seluruh rangkaian gempa yang terjadi hingga kondisi post seismik di zona gempa tersebut,” jelas Daryono.
Sebab itu, Daryono kembali mengimbau kepada seluruh masyarakat yang tinggal di wilayah selatan Malang dan sekitarnya untuk tetap waspada, tapi tak perlu khawatir, cemas, dan takut. “Harapan kita gempa yang terjadi ini memang sebuah proses alamiah yang wajar yaitu proses pelepasan energi gempa dan tidak menimbulkan kerusakan,” ujar Daryono.